Apabila selama ini anda telah bepergian ke seluruh kota di Indonesia, bahkan seluruh penjuru dunia, tempat mana lagi yang belum pernah anda kunjungi? Di Indonesia sebutlah dari Sabang hingga Merauke, menikmati etnik budaya sumatera, indahnya danau toba, cantiknya ubur-ubur tak menyengat di derawan, megahnya gunung bromo, bahkan kemolekan sulawesi atau sumbawa hingga daya pikat raja ampat papua. Berjalan ke jauh tempat lagi ke Singapura, Hongkong, Australia, cantiknya eropa, atau bahkan ke tempat paling kuat magnetnya seperti Mekkah, Madinah, atau Palestina. Tapi pernahkah kita berpikir pada satu titik dan terhempas pada satu pertanyaan, “Whats next?” Ya, apalagi? Setelah semua bagian dari penjuru dunia telah kita kunjungi, kota kota dan negara-negara telah terekam abadi di mata, otak, kenangan dan kamera kita, apalagi selanjutnya?
Perjalanan yang sesungguhnya dalam hidup adalah perjalanan ke dalam diri manusia sendiri. Perjalanan-perjalanan ke tempat-tempat di dunia bukan berarti tidak perlu tapi apakah persiapan kita yang utama dalam ‘perjalanan’ ini sudah benar benar berarti, bermakna dan memiliki kesiapan yang matang untuk perjalanan hidup selanjutnya? Siapkan diri kita dengan pikiran terbuka sehingga kita dapat melihat segala kemungkinan yang ada. Terlalu banyak diantara kita hanya melihat akibatnya dan tidak mau tahu sebabnya. Padahal kita dapat menghilangkan akibat dengan mencegah sebabnya. Ada sebuah kalimat dari tradisi meditasi : “ Setiap persoalan dan problematika hidup akan gampang diatasi apabila pikiran kita dalam keadaan diam, sehingga persoalan dan problematika tersebut tidak mempengaruhi kita’ . Dari seluruh jalan meditasi dengan beragam teknik yang dianjurkan, semua merujuk kepada ‘pengelolaan pikiran’ . Seperti sebuah telaga yang jernih bila airnya tenang, tidak akan ada riak dan endapan tanah dibawahnya dan tidak akan tersebar. Telaga tersebut akan buram, keruh, karena airnya beriak, bergelombang sehingga endapan tanah di dasarnya terangkat ke atas. Begitu pula dengan pikiran, ia akan menjadi cermin bagi setiap peristiwa yang hadir ketika ia tenang dan stabil. Pikiran yang bergelombang adalah gambaran dari pikiran yang tidak stabil. Kita dapat menjadi jernih ketika kita melepasan segala sudut pandang yang kita pakai untuk melihat sesuatu.
Bersama jelajah nusantara, kita bersama sama belajar menelusuri diri, melakukan perjalanan memasuki lika liku hidup yang ada dalam diri. Kita mencari Tuhan yang ada dalam diri, bukan Tuhan yang diluar. Kita terlalu sibuk dengan riak diluar diri kita sehingga bisa saja memperkeruh kejernihan yang ada di dalam. Yang jelas, kita membutuhkan penerangan untuk membaca sesuatu. Penerangan di dalam diri yang dapat menyinari peta diri dinamakan kejernihan.

#1Traveler1Book
Mari Berbagi Buku Cerdaskan Bangsa dengan membawa minimal 1 (satu) buah buku, kemudian bagikan kepada anak-anak usia sekolah (5-15 tahun) di destinasi trip ini. Foto anak-anak itu dengan bukunya, lalu share foto tersebut ke Twitter, Facebook dan akun media sosial lainnnya yang kamu miliki dengan hashtag #1Traveler1Book.