shop-triptrus

Trips n Tips

Ini 5 Destinasi Wisata Super Prioritas Tahun 2021

Indonesia

TripTrus.Com - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf) terus mengembangkan destinasi wisata prioritas demi menaikkan kembali industri pariwisata yang melemah sejak adanya pandemi COVID-19.

Dengan menerapkan protokol kesehatan dan sertifikasi CHSE, berikut adalah 5 destinasi super prioritas yang dipilih untuk menjadi ikon pariwisata Indonesia di panggung dunia.

      Lihat postingan ini di Instagram

Sebuah kiriman dibagikan oleh Christie Lienata (@christielienata)

1. Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur

Walaupun terkenal dengan keunikan wisata komodo di Taman Nasional Komodo serta Pink Beach, di sini Anda bisa menyaksikan matahari terbenam di Bukit Sylvia karena daerah ini terkenal dengan istilah seribu sunset, trekking Pulau Padar dan Kanawa, kemudian merasakan pengalaman bawah laut penuh pesona di beberapa titik selam seperti Batu Bolong, Castle Rock dan Manta Point.

2. Mandalika, Nusa Tenggara Barat

Hilangkan penat dan lelah dengan mengunjungi Permata Tersembunyi NTB. Tidak hanya menyuguhkan keindahan pantai alami dengan berselancar seperti Pantai Gerupuk, Pantai Kuta, Pantai Seger, atau Tanjung Aan, tetapi juga menawarkan wisata budaya bernilai untuk dipelajari. Yang paling terkenal adalah Festival Bau Nyale (sebuah acara lokal di Mandalika di mana masyarakat berkumpul untuk berburu cacing tanah).

Sebagai salah satu destinasi super prioritas Indonesia, Kemenparekraf juga hendak mengembangkan reputasi dan infrastruktur Mandalika agar siap menjadi tuan rumah wisata olah raga (sports tourism). Ke depannya, Mandalika akan memiliki sirkuit MotoGP dengan dibangunnya Mandalika Street Race Circuit Cluster seluas 120 hektar yang terdiri dari Sirkuit Balap Skala Internasional, Convention Center, dan 7 hotel mewah seiring dengan rancangan pengelolaan dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika – sebuah kawasan berbasis pariwisata dari pemerintah Indonesia.

3. Danau Toba, Sumatera Utara

Kemenparekraf menunjuk Danau Toba sebagai ikon baru pariwisata Indonesia berbasis keindahan alam. Sebagai keajaiban dunia yang menakjubkan, danau kawah ini begitu besar dan di tengah danau ada sebuah pulau yang ukurannya hampir sebesar Singapura. Dengan luas lebih dari 1.145 kilometer persegi dan kedalaman 450 meter, Danau Toba sebenarnya lebih mirip lautan. Ini adalah danau terbesar di Asia Tenggara dan salah satu danau terdalam di dunia.

Nikmati pengalaman berkayak di Danau Toba dengan memilih tiga jenis rute jelajah danau (Tongging-Silalahi, Tongging-Samosir, atau Lingkaran Utara). Kemudian, segarkan pikiran dengan menikmati suasana danau sejuk dengan glamping (kemah mewah) di The Kaldera Toba Nomadic Escape yang terletak di Sibisa, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir.

4. Likupang, Sulawesi Utara

Likupang merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Nama daerah ini menjadi perbincangan hangat di tahun 2020 karena pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai salah satu destinasi super prioritas. Artinya pemerintah akan memaksimalkan pembangunan pariwisata dari berbagai aspek.

Daerah ini juga sedang dipersiapkan untuk menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata. Dengan jarak tempuh dua jam perjalanan mobil dari Manado, terdapat banyak pantai eksotis yang dapat menjadi pilihan, yaitu Pantai dan Bukit Pulisan, Pantai Paal, Pantai Lihaga, hingga Pulau Gangga.

[Baca juga : "4 Tren Wisata Di Tahun 2021"]

5. Borobudur, Jawa Tengah

Salah satu warisan budaya dunia UNESCO, Candi Borobudur, sering dianggap berada di Kota Yogyakarta, padahal sebenarnya berada Magelang, tepatnya di Jalan Badrawati dengan akses mudah karena terletak di pinggir jalan. Bagi masyarakat yang menjadikan kunjungan ke Candi Borobudur sebagai salah satu impian teratas, maka harus juga memasukkan beberapa lokasi wisata sekitar Candi Borobudur ke dalam rencana perjalanan yaitu Punthuk Setumbu, Bukit Rhema Gereja Ayam, Pemandian Candi Umbul, Pinus Kragilan, Candi Ratu Boko, hingga Tebing Breksi. (Sumber: Artikel rctiplus.com Foto freepik.com/wirestock) 

...more

4 Tren Wisata di Tahun 2021

Indonesia

TripTrus.Com - Memasuki pertengah tahun 2021, pandemi COVID-19 di dunia belum akan berakhir. Namun, di tengah pandemi yang terjadi, keinginan untuk menikmati liburan yang menyenangkan akan selalu ada. Prediksinya, di tahun 2021 orang lebih suka berlibur di dalam kota dan ke tempat-tempat yang terbuka atau di alam. 

      Lihat postingan ini di Instagram

Sebuah kiriman dibagikan oleh J.u.s.t. Jas 🇨🇦 (@j.u.s.t.jas)

Seperti apa tren wisata di tahun 2021? Agoda, sebuah platform perjalanan digital melangsungkan survei global dengan tema ‘What Matters 2021’. Survei secara online yang berlangsung pada 10-16 Desember 2020 diikuti total 16.064 responden usia 18 tahun ke atas ini mendapati orang cenderung ingin berwisata dengan cara yang berbeda di tahun 2021. Berikut hasilnya:1. Menghabiskan lebih banyak waktu berkualitas dengan keluarga dan teman Tahun 2021 disebut akan menjadi tahun untuk fokus pada orang terkasih dan melakukan hal yang bermakna. Memasuki tahun 2021, satu dari tiga orang menantikan untuk menghabiskan lebih banyak waktu berkualitas bersama orang terdekat mereka. Hal ini terutama dinantikan oleh responden dalam kelompok usia 25 hingga 54 tahun. 2. Berwisata tanpa hambatan Sebanyak 24% resonden menginginkan wisata yang tanpa hambatan. Menariknya, responden usia 55 tahun ke atas adalah yang paling menantikan untuk bepergian tanpa hambatan. Begitu pula dengan responden dari Singapura, Korea Selatan dan Jepang yang paling menginginkan wisata tanpa hambatan. Selain itu, para traveler juga menginginkan suasana berlibur yang lebih santai dan tanpa banyak aturan. 3. Berlibur sambil melakukan hal-hal bermakna atau membuat perubahanAnak muda usia 18-24 tahun adalah kelompok yang paling semangat untuk membuat perubahan di tahun 2021, termasuk dalam hal berlibur. Melakukan hal-hal yang bermakna atau membuat perubahan adalah yang paling ditunggu oleh responden dari Indonesia, Taiwan, dan Vietnam. Salah satunya, mereka memiliki komitmen untuk perjalanan yang lebih ramah lingkungan.

[Baca juga : "5 Tren Wisata Yang Berubah Di Masa New Normal Pandemi Covid-19"]4. Semakin dekat dengan alamMelakukan kegiatan outdoor adalah hal yang paling dinantikan para wisatawan di tahun 2021. Responden Indonesia (16%), Thailand (14%) dan Jepang (13%) memilih untuk mengunjungi destinasi wisata yang tidak terlalu touristy di tahun yang baru ini. Termasuk destinasi wisata alam yang masih belum terjamah banyak wisatawan. (Sumber: Artikel femina.co.id Foto freepik.com) 

...more

5 Tren Wisata yang Berubah di Masa New Normal Pandemi Covid-19

Indonesia

TripTrus.Com - Aktivitas wisata mulai kembali menggeliat di masa new normal pandemi Covid-19. Kendati wabah corona masih terjadi, roda perekonomian tetap harus bergerak, meski belum sekencang dulu.

Pengelola destinasi wisata dan wisatawan wajib menerapkan berbagai protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona, sekaligus menggeliatkan usaha mereka. Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Tengah, I Nyoman Sriadijaya menyatakan setidaknya ada lima tren wisata yang berubah di masa new normal pandemi Covid-19 ini.

Tren wisata tersebut, menurut dia, diubah oleh pemerintah, pengelola destinasi wisata, ataupun wisatawan itu sendiri. Berikut 5 tren wisata yang berubah di masa kebiasaan baru wabah corona ini:

1. Wisata ramai-ramai menjadi individual

I Nyoman Sriadijaya mengatakan sudah jarang agen travel yang menawarkan paket wisata rombongan, kecuali untuk keluarga atau komunitas, di mana setiap anggotanya saling mengenal satu sama lain. Wisatawan, menurut dia, kini cenderung memilih jalan-jalan sendiri, berdua, atau dalam kelompok kecil.

"Ini dilakukan untuk menghindari potensi penularan dan penyebaran Covid-19," kata I Nyoman Siradijaya dalam diskusi daring bertajuk Hasil Hutan Bukan Kayu dan Pengembangan Sektor Wisata Berbasis Lingkungan di Landscape Lariang Taman Nasional Lore Lindu di Palu, Kamis 30 Juli 2020.

2. Wisata alam jadi tujuan

Wisatawan sekarang lebih memilih destinasi wisata alam untuk menyegarkan pikiran dan menghilangkan kepenatan setelah selama beberapa bulan di rumah saja. Mereka juga memilih destinasi wisata alam untuk menghirup udara segar dan meningkatkan imunitas tubuh.

3. Pedoman kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan

Wisatawan harus lebih memperhatikan pedoman kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan atau Clean, Healty, Safety, Environment CHSE) di destinasi wisata. Sebelum tiba di objek wisata tertentu, mereka tentu ingin memastikan seberapa siap dan patuhnya pengelola akan protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

[Baca juga : "Pelaku Industri Wisata Siap Terapkan Protokol Kesehatan"]

4. Wisatawan domestik

Dinas pariwisata kabupaten/kota dan pelaku usaha pariwisata menyasar wisatawan lokal atau regional di masa new normal wabah corona. Sebagian daerah juga belum mengizinkan mancanegara untuk datang. Bahkan wisatawan domestik yang berasal dari zona merah Covid-19 juga harus memenuhi berbagai persyaratan untuk memastikan dia dalam kondisi sehat.

5. Pembukaan destinasi wisata bertahap

Desatinasi wisata di sejumlah daerah mulai dibuka secara bertahap sesuai dengan kesiapan pengelolanya dalam menerapkan protokol kesehatan. Kategori wisatawan yang disasar juga secara perlahan mulai meluas. Mulai dari wisatawan lokal yang satu area, kemudian wisatawan lokal antar-daerah, dan wisatawan domestik antar-provinsi. (Sumber: Artikel travel.tempo.co Foto freepik.com) 

 

...more

Pelaku Industri Wisata Siap Terapkan Protokol Kesehatan

Indonesia

TripTrus.Com - Pelaku industri pariwisata khususnya di sektor hotel dan restoran sudah siap menyambut pemulihan pariwisata di era new normal.

Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyebut, penerapan protokol kesehatan jadi poin utama yang harus dilakukan pelaku industri wisata sektor perhotelan dan restoran.

"Saat ini hotel-hotel dan restoran siap menjalankan protokol kesehatan dengan acuan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No 328 tahun 2020. Kami dari pelaku usaha sekarang buat ekspose untuk penerapan tersebut buat promosi produk dan kepercayaan bagi pengunjung. Jadi mereka lihat proses kami lakulan protokol tersebut," kata Maulana saat dihubungi Kontan.co.id pada Rabu.

Dengan penerapan protokol kesehatan di industri pariwisata maka akan meningkatkan kepercayaan diri para wisatawan dan pengunjung. Maulana menyebut ada dua jenis wisatawan domestik di Indonesia. Pertama, wisatawan leisure yang memang ingin berekreasi. Kedua, business tourism.

Maulana menyebut potensi wisatawan leisure besar akan terjadi pada Natal dan Tahun Baru. Apalagi ada kebijakan libur Lebaran atau cuti bersama yang dialihkan pada akhir tahun nanti.

[Baca juga : "Menparekraf Sebut Wisata Alam RI Risikonya Rendah Covid-19"]

Ia berharap pemerintah bisa mendorong business tourism terlebih dahulu, yang nantinya akan membuat hotel kembali aktif. "Pergerakan business tourism itu kan kebanyakan domestik, mayoritas dari kegiatan pemerintah. Kami berharap kegiatan di hotel dari pemerintah bisa (diaktifkan) agar hotel dan restoran kembali aktif," imbuhnya.

Maulana menambahkan dari kebijakan protokol kesehatan di hotel dan restoran akan menambah biaya operasional hampir 10% dari total biaya. (Sumber: Artikel nasional.kontan.co.id Foto syta.org) 

...more

Menparekraf Sebut Wisata Alam RI Risikonya Rendah Covid-19

Indonesia

TripTrus.Com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama mengklaim Indonesia yang mengandalkan pariwisata alam bakal lebih 'aman' dalam penyebaran Covid-19. Utamanya jika dibandingkan dengan negara-negara yang mengandalkan pariwisata dari sisi modernitas.

"Di era pandemi covid-19 ini. Ke depan salah satu yang paling diuntungkan adalah wisata alam. Karena wisata alam risikonya sangat rendah dan kebetulan Indonesia dalam hal ini dibandingkan negara-negara lain, kita memang kekuatannya adalah salah satu dalam wisata alam. Seperti kita lihat di Danau Toba, di Bali dan tempat-tempat lain," kata Wishnutama diskusi virtual Reaktivasi Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Memasuki Adaptasi Kebiasaan Baru, Rabu.

Dengan karakteristik wisata alam yang melimpah ruah dari ujung timur ke barat, Indonesia diklaim bakal diuntungkan. Nasib berbeda disebut Wishnutama justru berpotensi akan dialami oleh negara-negara lain.

"Kalau wisata yang sifatnya kota itu kurang diuntungkan dalam kondisi pandemi Covid-19, misalnya seperti Hong Kong, Singapura atau Sydney atau itu kota-kota tersebut cenderung beresiko tinggi untuk dikunjungi oleh wisatawan dalam kondisi covid-19," jelasnya.

Dengan keyakinan Indonesia memiliki peluang lebih aman dalam karakteristik berwisata, maka pemerintah ke depan bakal lebih mengutamakan quality tourism dibanding pariwisata.

Namun, Wishnutama mengaku banyak masyarakat yang salah persepsi dengan pariwisata berkualitas. Alhasil, stigma yang ada justru mengarah kepada hal yang negatif. Padahal, menurut Wishnutama, pariwisata ini akan menjadi tren baru usai pandemi covid-19.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Kudus - Part 3"]

"Persepsi orang-orang pada saat kita bicara quality tourism itu seperti Dubai, Singapura, yang gedung bertingkat tinggi dan lain sebagainya. Sebetulnya menurut kami quality tourism yang tidak melulu harus seperti tidak melulu harus seperti gedung pencakar langit hotel dan lain sebagainya," katanya.

Ia mengambil contoh beberapa lokasi seperti Bhutan, Maldives, Ko Samui, Halong Bay. Semua lokasi itu menawarkan pengalaman yang berbeda. Indonesia sangat mempunyai potensi yang luar biasa ke arah quality tourism. (Sumber: Artikel cnbcindonesia.com Foto instagram.com/ghofiru.rifqi12) 

...more

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Kudus - Part 3

Kudus, Jawa Tengah

TripTrus.Com – Sepanjang wilayah Pantai Utara Timur dari Demak-Kudus hingga ke Jawa Timur dikenal sebagai daerah-daerah persinggahan para Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Tak heran, jika budaya dan sisa-sisa peninggalan sejarah Islam masih melekat di daerah tersebut.

Seperti di Kota Kudus, terdapat makam Sunan Muria dan Sunan Kudus, sebagai penyebar agama Islam yang sampai sekarang makamnya banyak dikunjungi peziarah. Dengan kehadiran dua tokoh tersebut, banyak meninggalkan kisah dan artefak kebudayaan Islam yang masih dapat dijumpai di sejumlah tempat. Salah satunya peninggalan masjid-masjid yang memiliki sejarah panjang. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Kudus yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid Jami' Kaujon

      View this post on Instagram

A post shared by RIZKY AJHARIE (@rizky_ajharie) onJun 28, 2017 at 7:01am PDT

Langgardalem, adalah sebuah desa yang konon dulunya adalah tempat tinggal Sunan Kudus. Di desa ini terdapat delapan dukuh, yang masing-masing dukuh itu memiliki masjid sendiri. Di dukuh Kaujon ada sebuah masjid yang berada di atas kontur tanah yang tinggi, Kaujon pula namanya. Nama yang sama dengan dukuhnya dikarenakan tidak ada yang tahu kapan dan oleh siapa masjid ini dibangun. Masjid ini dulunya kecil, dan tanah sekeliingnya kala itu adalah milik Nitisemito. Kemungkinan masjid ini sudah ada sejak zaman Nitisemito. Luas bangunan masjid awalnya hanya 70 m2. Masjid Kaujon direnovasi pertama kali pada tahun 1989 dengan diprakarsai oleh K.H. Ma’ruf Irsyad yang kala itu menjadi nadhir masjid dan H. Mukhlis, BA yang menjadi wakil nadhir. Pelebaran hingga teras depan dilakukan karena semakin banyaknya jamaah. Hingga sekarang, luas masjid sekitar 345 m2 dan dapat menampung 800 jamaah. Dengan daya tampung tersebut, masjid ini disebut-sebut sebagai masjid terbesar di desa Langgardalem.

2. Masjid Agung Kudus

      View this post on Instagram

A post shared by KUDUS (@sekitarkudus) onMay 18, 2018 at 1:26am PDT

Pada awalnya masjid ini tidak seperti sekarang. Masjid ini dulunya bernama Masjid Kriyan yang letaknya ada di belakang “Toko Sidodadi”5 . Berdasarkan cerita, keberadaan Masjid Kriyan sebenarnya masih ada, akan tetapi jalur akses untuk menuju ke lokasi sudah tidak bisa. Pada tahun 1991 Masjid Kriyan ini dipindahkan ke lokasi Masjid Agung Kudus yang sekarang ini. Berdirinya Masjid Agung Kudus, merupakan salah satu dari beberapa syarat yang harus ada dalam keberadaan pemerintahan. Pada zaman kolonial syarat adanya pusat pemerintahan harus mencakup tiga komponen, (Tiga Adat Jawa) yaitu: 1. Pendapa Kabupaten (dulu Kadipaten), 2. Adanya alun-alun dan 3. Adanya pohon besar yang terletak bersebelahan dengan kadipaten atau 1. Masjid, 2. Pendopo dan 3. Pembinaan Umat. Atas dasar tersebut, oleh prakarsa dari Muhammad Idris atau Raden Tumenggung Aryo Condro Negoro ke-IV (Bupati Kudus ke-4) pada tahun 1853 M/1274 H pembangunan Masjid mulai berlangsung.

3. Masjid Al-Firdaus

Masjid Al-Firdaus merupakan masjid Muhammadiyah terbesar se-Kabupaten Kudus. masjid dominan warna merah marun itu dibangun sekitar tahun 1925. Masjid terakhir mulai direnovasi pada tahun 2012, hingga sekarang sudah hampir tujuh tahun mengalami perbaikan, biaya pembangunan diambil dari hasil swadaya masyarakat. Masjid berdiri di atas tanah luas sekitar 2 ribu meter persegi.  Sebelum direnovasi, masjid dulu berdiri seluas tanah 100 meter persegi. Masjid yang terletak di Jl. Raya Sudimoro, Desa Gribig, Kec. Gebog, ini memiliki dua buah menara yang menjulang tinggi. Menara tersebut mengapit kubah berwarna merah berkombinasi putih. Di bagian depan masjid, terdapat kubah-kubah kecil berwarna emas mengelilingi halaman masjid sebagai pagar. Dua buah menara di bagian depan mengadopsi desain dari Masjid Nabawi di Madinah. Di ruang utama masjid bagian dalam kubah bertuliskan lafal Ayat Kursi yang melingkar seirama bentuk kubah. Depan masjid dan bagian imam, tertuliskan lafal Allah dan Muhammad.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Kudus - Part 2"]

4. Masjid Kyai Telingsing

      View this post on Instagram

A post shared by M.Sholachudin.AL_AYUBI (@al_ayubi.54) onJun 10, 2019 at 9:06am PDT

Menurut H.J. De Graff & Th. Pigeaud (1985:108-122) Sunan Kudus merupakan salah satu imam masjid Kerajaan Demak pada akhir masa Sultan Trenggana, dan pada awal masa Sultan Prawata. Kyai Telingsing sebagai Guru Sunan Kudus dalam hal ilmu kanuragan atau kasekten adalah mubalig yang berasal dari Yunnan, Tiongkok Selatan. Selain menjadi mubalig, beliau juga seorang pedagang, serta pelukis terkenal dengan motif lukisan Dinasti Sung dari Tiongkok. Setelah datang ke Kudus untuk menyebarkan Islam, ia kemudian mendirikan Masjid Kyai Telingsing dan pesantren di Kampung Nganguk. Masjid yang diyakini sebagai tempat syiar agama untuk orang-orang yang nyantri pada Kiai Telingsing. Hanya saja, bangunan masjid itu tampak modern, jauh dari kesan kuno. Konon, dulu bangunnaya dari kayu jati berbentuk panggung. Di depan masjid, ada bangunan berbentuk Joglo Pencu, ciri arsitektural rumah di Kudus. Ada teras yang luas. Jejak lain sang kiai yang bisa dijumpai makam yang berjarak sekitar 50 meter dari masjid.

5. Masjid Darussalam

Masjid yang dibangun pada tahun 1938, berlokasi di Dukuh Jetak, Desa Kedungdowo, RT. 05 RW. 04, Kaliwungu. Masjid ini memiliki luas tanah 925 m2 , luas bangunan 2.700 m2 dengan status tanah Wakaf. Jumlah daya tampungnya 50 - 100 jamaah. Semenjak terakhir direnovasi, halaman masjid jadi terlihat lebih luas dan bangunan masjidnya juga jadi lebih bagus. (Sumber: Artikel sknews.com, betanews.id, kemdikbud.go.id, lokadata.id, dkm.or.id Foto instagram.com/al_ayubi.54) 

...more

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah di Kudus - Part 2

Kudus, Jawa Tengah

TripTrus.Com - Sepanjang wilayah Pantai Utara Timur dari Demak-Kudus hingga ke Jawa Timur dikenal sebagai daerah-daerah persinggahan para Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Tak heran, jika budaya dan sisa-sisa peninggalan sejarah Islam masih melekat di daerah tersebut.

Seperti di Kota Kudus, terdapat makam Sunan Muria dan Sunan Kudus, sebagai penyebar agama Islam yang sampai sekarang makamnya banyak dikunjungi peziarah. Dengan kehadiran dua tokoh tersebut, banyak meninggalkan kisah dan artefak kebudayaan Islam yang masih dapat dijumpai di sejumlah tempat. Salah satunya peninggalan masjid-masjid yang memiliki sejarah panjang. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Kudus yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid At Taqwa Sunan Kedu

Pada tahun 1576 M Sunan Kedu sudah berada di Kudus dan sangat gigih menyebarkan syiar Islam dan pemerintahan mengingat pada saat itu Sunan Kedu dipercaya Kesultanan Demak menjadi Tumenggung/Wedono. Tahun 1599 M, Sunan Kedu mendirikan Masjid At–Taqwa bertepatan dengan hari Jumat Pahing dengan dibantu para santri dan juga Kanjeng Sunan Kudus selama 3 minggu. Dilengkapi batu alam yang dikenal ” Watu Kenong ” khusus bermunajat dan berdoa khusus Syeih Abdul Basir. Saat ini batu tersebut berada di belakang masjid. Sebagai tempat ibadah tempat itu juga dilengkapi sumber mata air kehidupan dan sebagai tempat berwudhlu yang dinamakan “Mbelik Sumber Joyo” atau menurut masyarakat sekitar disebut Mbelik Pundung. Keberadaan Sunan Kedu akhirnya beliau wafat pada tahun 1612 M dan dimakamkan di area masjid yang terletak di sebelah Barat. Lalu di sebelah Barat dari makam beliau adalah makan Siti Nadhiroh dan Dewi Maryam yang merupakan putri beliau.

2. Masjid Sunan Muria

      View this post on Instagram

A post shared by KUDUS JOURNEY🇮🇩 (@kudusjourney) onOct 31, 2019 at 10:43pm PDT

Tidak banyak sumber yang menjelaskan tentang kapan Sunan Muria yang bernama asli Raden Umar Said ini lahir dan membangun masjidnya tersebut, karena di antara para Walisongo. Sunan Muria adalah wali yang paling sedikit penjelesan biografinya dalam catatan sejarah. Masjid ini diperkirakan dibangun pada masa hidup Sunan Muria yaitu sekira abad ke-15 hingga 16 M. Masjid menjadi simbol dakwah Sunan Muria di lereng Gunung Muria, dalam mendakwahkan Islam kepada masyarakat sekitar yang pada waktu itu banyak yang memeluk Hindu dan Budha. Pemilihan Gunung Muria sendiri disebut sebagai salah satu bagian dari identitas dan sifat Sunan Muria, yang tidak suka dengan popularitas, sehingga beliau memilih berdakwah di lereng Gunung Muria. Masjid yang menjadi salah satu situs penting sejarah Islam di Indonesia ini, berada di ketinggian 1.600 meter. Masjid ini telah dipugar beberapa kali, sehingga sudah tidak terlihat sebagai bangunan tua dan asli. Hanya beberapa bagian saja yang masih nampak asli sampai sekarang.

3. Masjid Wali Jepang (Al Makmur)

      View this post on Instagram

A post shared by edy kurniawan (@idiwaekey) onJul 8, 2016 at 5:15pm PDT

Dahulu Desa Jepang adalah sebuah rawa yang besar, di rawa itu Aryo Penangsang sering menambatkan perahunya, setelah menempuh perjalanan dari Kadipaten Jipang (sekarang wilayah Kabupaten Blora) untuk menuju Pondok Pesantren Sunan Kudus untuk menimba ilmu agama. Sunan Kudus yang mengetahui kebiasaan dari muridnya tersebut, membuat Sunan Kudus iba dan kemudian mendirikan sebuah Masjid di lokasi itu, sebagai tempat ibadah dan istirahat sang murid. Proses pembangunan Masjid yang dilakukan Sunan Kudus, akhirnya dilanjutkan oleh Aryo Penagsang sekitar abada ke-16 M. Selanjutnya, Masjid yang dikerjakan guru dan murid itu diberi nama Masjid Wali karena memiliki Soko Papat (terbuat dari kayu utuh) seperti masjid-masjid yang dibangun oleh para wali. Selain itu, masjid Wali Al Makmur ini memiliki gapura seperti Masjid Menara Kudus. Berdasarkan prasasti yang ada, pemberian imbuhan nama Al Makmur oleh seorang Ulama dari Desa Karangmalang, yang benama Sayyid Dloro Ali pada tahun 1917 M.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Kudus - Part 1"]

4. Masjid Jami' Manarul Huda

Masjid Jami’ Manarul Huda adalah masjid tertua yang berdiri di Dukuh Baran-Kiringan Desa Samirejo Dawe. Sebuah warisan nenek moyang yang dibangun pada masa hidup Mbah Kyai Abdullah ‘Asyiq bin Abdussyakur atau lebih akrab masyarakat menyebutnya dengan julukan ‘Mbah Kyai Udan Panas’. Beliau diyakini sebagai orang pertama yang singgah di Desa Baran, pada waktu itu Beliua 'babat alas' tak kenal lelah walau saat teriknya panas matahari dan hujan sekalipun Beliau tetap tegar demi misinya menyebarkan agama islam diwilayah tersebut. Masjid Manarul Huda sendiri mempunyai icon menara yang khas tampak seperti bangunan kuno menyerupai menara pada Masjid Menara Kudus. Masjid ini berkali-kali mengalami pemugaran,dimana renovasi terahir dilakukan pada tahun 1993-1994 yang dicanangkan oleh KH. A. Musa Maulani MA dan diresmikan pada tahun 1995. Masjid ini mempunyai management yang cukup solid dan mengalami kemajuan pesat di era moderen ini.

5. Masjid Baitul Azis Hadiwarno

Desa Hadiwarno memiliki cagar budaya berupa masjid peninggalan Walisongo yaitu Masjid Baitul Aziz. Kebaradaan Masjid ini menjadi bukti akan perjalan dakwah Walisongo dalam mensyiarkan agama Islam di tanah Jawa. Masjid tersebut dibangun pada abad ke-16 M zaman wali, terbuat dari batu bata merah kuno dengan luas bangunannya yaitu 150m persegi. Masjid ini termasuk peninggalan masa sunan Kudus ketika beliau sedang berada di Kudus. Pada masjid ini terdapat Gapuro Padurekso dengan panjang 3 m, lebar 176 cm, dan tinggi 270 cm. Ditengah gapuro terdapat pintu jati dan bagian atas pintu terukir Tri Sula Naga, Tri Sula Naga merupakan bahasa Sansekerta, dimana Tri berarti tiga, Sula berarti enam dan Naga berarti delapan atau secara keseluruhan diartikan sebagai tahun 836 Hijriah dalam kalender Islam. Gaya bangunan Padurekso merupakan campuran dari dua kebudayaan yaitu antara Hindu dan Islam. Arsitekturnya seperti Masjid Agung Demak, dimana tiap penyangga terdiri dari 4 soko dilandasi dengan umpak batu. (Sumber: Artikel isknews.com, alif.id, irmamadagroup.wordpress.com, hadiwarnokudus.blogspot.com Foto betanews.id)

...more

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah di Kudus - Part 1

Kudus, Jawa Tengah

TripTrus.Com - Sepanjang wilayah Pantai Utara Timur dari Demak-Kudus hingga ke Jawa Timur dikenal sebagai daerah-daerah persinggahan para Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Tak heran, jika budaya dan sisa-sisa peninggalan sejarah Islam masih melekat di daerah tersebut.

Seperti di Kota Kudus, terdapat makam Sunan Muria dan Sunan Kudus, sebagai penyebar agama Islam yang sampai sekarang makamnya banyak dikunjungi peziarah. Dengan kehadiran dua tokoh tersebut, banyak meninggalkan kisah dan artefak kebudayaan Islam yang masih dapat dijumpai di sejumlah tempat. Salah satunya peninggalan masjid-masjid yang memiliki sejarah panjang. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Kudus yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid Langgar Dalem

Masjid Langgar Dalem terletak di Desa Langgar Dalem, Kec. Kota Kudus. Masjid ini merupakan salah satu bukti peninggalan sejarah pada masa awal perkembangan islam, khususnya di wilayah Kudus. Berdasarkan sengkalan memet yang dibaca trisula pinulet naga di perkirakan Masjid Langgar Dalem didirikan pada tahun 885 H atau 1480 M.  Berdirinya Masjid Langgar Dalem ini dihubungkan dengan Sunan Kudus yang merupakan salah satu tokoh penyebar agama islam dan merupakan salah satu dari Walisango. Hal itu dibuktikan juga dengan  cerita rakyat yang dipercaya oleh masyarakat Kudus, yang menceritakan bahwa Masjid Langgar Dalem dibuat oleh para seniman dari Madura. Para seniman tersebut merupakan tawanan perang yang kemudian dibawah oleh Sunan Kudus untuk membangun kota Kudus. Dan jika dilihat secara sepitas, Ciri dari keunikan Masjid Langgar Dalem terletak pada bentuk atapnya yang berupa atap tumpang susun tiga yang dilengkapi dengan hiasan mustoko dipuncaknya.

2. Masjid Jami' Nganguk Wali Kramat

      View this post on Instagram

A post shared by Azkayra (@afnahaqy987) onJan 11, 2020 at 12:41am PST

Masjid berukuran 25×20 meter ini ada kaitannya dengan Kyai Telingsing. Sang kyai adalah seorang keturunan Tionghoa yang bernama asli The Ling Sing (Tan Ling Sing/Tee Ling Sing). Disebut sebagai Masjid Nganguk Wali, karena konon masjid ini didirikan oleh para wali yang pengawasannya kemudian diserahkan kepada Kyai Telingsing. Pada blandar masjid terdapat tulisan yang berasal dari ajaran Kyai Telingsing, yaitu sholat sacolo saloho donga sampurna atau shalat adalah sebagai do’a yang sempurna, serta ada pula tulisan berbunyi lenggahing panggenan tersetihing ngaji yang bermakna menempatkan diri pada yang benar, suci dan terpuji. Salah satu yang membuat Masjid Nganguk Wali kini lebih menarik untuk dikunjungi adalah dinding tembok luar dan gapura paduraksa yang memisahkan pelataran luar dengan pelataran dalam yang lebih tinggi, dihubungkan sejumlah undakan. Pada lubang gapura terdapat struktur kayu yang diukir indah. Gapura ini belum lama dibuat, untuk mengembalikan bentuk bangunan aslinya.

3. Masjid Madureksan

Masjid yang terletak di Dukuh Madureksan, Kel. Kerjasan, Kec. Kudus ini, dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1520 M. Masjid Madureksan dibangun oleh Sunan Kudus sebelum dibangunnya Masjid Menara Kudus. Pada masa itu, Masjid ini digunakan sebagai tempat ibadah dan dakwah oleh Sunan Kudus dan para santrinya. Selain itu, juga digunakan sebagai tempat musyawarah berbagai permasalahan agama dan menyusun siasat perang. Selain Sunan Kudus, ada seorang tokoh yang mewarnai keberadaan Masjid Madureksan ini, ia adalah Kyai Telingsing. Ulama asal Tiongkok ini juga memiliki peranan besar dalam penyebaran Islam di Kota Kudus. Bergulirnya waktu, bangunan Masjid Madureksan mulai terpendam hingga kedalaman 70 sentimeter. Hal ini disebabkan bangunan jalan dan pemukiman sekitar yang lebih tinggi, menjadikan Masjid ini seperti terpendam. Sehingga pada tahun 1998, Masjid Madureksan dipugar total dan berdiri sebuah bangunan baru seperti yang masyarakat kenal saat ini.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Banten - Part 3"]

4. Masjid Menara Kudus (Al Aqsa)

      View this post on Instagram

A post shared by @mamotomo onApr 30, 2020 at 6:21pm PDT

Masjid ini tergolong unik karena desain bangunannya, yang merupakan penggabungan antara Budaya Hindu dan Budaya Islam. Hal itu menjadi bukti, bagaimana sebuah perpaduan antara Kebudayaan Islam dan Kebudayaan Hindu telah menghasilkan sebuah bangunan yang tergolong unik dan bergaya arsitektur tinggi. Sebuah bangunan masjid, namun dengan menara dalam bentuk candi dan berbagai ornamen lain yang bergaya Hindu. Gaya arsitektur candi pada Menara Kudus menyerupai candi-candi di Jawa Timur, salah satunya seperti Candi Jago di Malang. Selain itu, bangunan masjid ini juga menyerupai Menara Kukul di Bali. Menurut sejarah, masjid Kudus dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 956 H atau 1549 M. Menurut cerita, Sunan Kudus membangun menara ini dengan cara menggosok-gosokkan batu bata yang satu dengan lain sehingga menjadi lengket. Selain itu, terdapat juga mustaka mirip atap tumpang pada masjid tradisional Jawa. Fungsi dari menara itu adalah untuk tempat mengumandangkan adzan.

5. Masjid Wali Loram Kulon (Jami At Taqwa)

Nama resmi masjid ini adalah Masjid Jami At-Taqwa, namun masyarakat setempat lebih suka menyebutnya Masjid Wali Loram Kulon. Masjid ini berada di Desa Loram Kulon, Kec. Jati, Kab. Kudus. Seperti laiknya bangun masjid pada zaman dahulu, masjid ini dibuat dengan kayu jati yang telah dilengkapi dengan menara, sumur tempat berwudhu dan bedug. Bangunan asli masjid ini dibangun pada 1596-1597 oleh seorang Tionghoa Muslim asal Campa bernama Tjie Wie Gwan atas perintah Sultan Hadlirin. Namun seiring bertambahnya usia, masjid ini dilakukan pemugaran pada awal 1990-an. Bagian yang sama sekali tidak diubah pada bagian gapura paduraksa yang berada di depan masjid. Ada aksara arab berbunyi “Allhumma baariklana bil khoir” dan di bawahnya ada terjemahannya yang berbunyi “Ya Allah, berkahilah kebaikan kepada kami” yang tertera di gapura itu. Seperti Masjid Menara Kudus, Masjid Wali Loram Kulon ini juga berarsitektur Jawa Hindu dan mengkombinasikannya dengan gaya Timur Tengah. (Sumber: Artikel kemdikbud.go.id, isknews.com, situsbudaya.id, islamic-center.or.id, indonesiakaya.com, inibaru.id Foto instagram.com/artetaarie)

...more

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah di Banten - Part 3

Banten

TripTrus.Com - Terdapat beberapa teori tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Nusantara. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang dari Gujarat bersama pedagang India muslim pada abad ke-13 M, ada yang mengatakan Islam datang oleh pedagang Arab dari Timur Tengah pada abad ke-7 M, serta yang terakhir mengatakan bahwa Islam datang dari pedagang asal Persia pada sekitar abad ke-13 M.

Wisata religi Banten banyak diminati oleh pengunjung baik lokal maupun luar daerah. Misalnya kawasan Banten Lama yang merupakan ibu kota Kesultanan Banten, di utara Banten ini peninggalan Islam sangat lekat.

Tidak hanya di Banten Lama, beberapa masjid yang dahulu menjadi pusat penyebaran Islam masih dapat dikunjungi bahkan masih dipergunakan untuk beribadah. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Banten yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid Agung Serang (Agung Ats Tsauroh)

      View this post on Instagram

A post shared by @e_c_h_o_eko onOct 13, 2018 at 8:27pm PDT

Masjid Agung Ats-Tsauroh Serang yang dahulu disebut Masjid Pegantungan, dan sekarang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Agung Serang, mulai dibangun oleh Raden Tumenggung Basudin Tjondronegoro (1870–1888 M) mantan Bupati Pandeglang dan Bupati Serang. Mewakafkan tanah yang ditempati sekarang oleh Masjid seluas ± 2,6 Ha.

Nama Ats-Tsauroh yang berarti perjuangan disematkan pada masjid ini tahun 1974. Masjid pun direnovasi beberapa kali hingga bentuknya menjadi seperti saat ini. Cirinya sebagaimana tradisi bangunan di Pulau Jawa, yakni bentuk atap limas tumpang tiga dan bentuk ruang dengan konsep pendopo terbuka, khas rumah joglo. Konsep terbuka ini membuat masjid berkesan ramah dan bersahaja.

2. Masjid Al Khadra

      View this post on Instagram

A post shared by Budi Hartono (@bharton88) onApr 25, 2018 at 3:47am PDT

Masjid Al Khadra terletak di Jl. Kyai Abdulhaq Achmad, Kampung Gesing, Kel. Samangraya, Kota Cilegon. Masjid yang lebih dikenal dengan Masjid Gesing merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Kota Cilegon. Dibangun masyarakat pada tahun 1932, sekaligus menjadi saksi sejarah perjuangan rakyat Cilegon melawan kolonial Belanda saat itu.

Sejak awal pembangunannya hingga kini, masjid Al-Khadra (yang berarti “hijau atau subur”) ini tetap mempertahankan model dan bentuk bangunan utamanya tanpa ada banyak perubahan. Tebal tembok bangunan 30 cm disusun dari batu bata mentah, tanah dan kapur. Pintu dan jendela masjid terbuat dari kayu dengan model lama. Dinding masjid umumnya berwarna putih dan berwarna hijau dibagian kubahnya.

3. Masjid Baitul 'Arsy

Masjid Baitul ‘Arsy terletak di Kampung Pasir Angin, Kel. Pagerbatu, Kec. Majasari, Kab. Pandeglang, di kaki gunung Karang. Masjid ini dahulu juga digunakan sebagai tempat persembunyian warga dari serangan Belanda. Beberapa bagian dinding masih berlubang yang diperkirakan merupakan bekas peluru senjata Belanda.

Masjid Baitul ‘Arsy berupa rumah panggung, dengan ukuran sekitar 12 x 8 meter, dinding dan lantai dari kayu. Bangunannya menghadap ke Gunung Karang dan memiliki tiga pintu. Dua pintu samping (kiri-kanan) dan satu pintu masuk bagian depan. Di atap masjid terdapat kubah yang terbuat dari kayu, dan tiang-tiang masjid masih terlihat kokoh, termasuk umpak atau pondasi bawah masjid juga terbuat dari kayu. Sementara di samping kanan masjid terdapat sumber mata air yang mengalir tiada habisnya.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Banten - Part 2"]

4. Masjid Al Ikhlas

      View this post on Instagram

A post shared by Nurikhsan (@masaneapri) onFeb 26, 2020 at 7:53am PST

Masjid yang keberadaanya terletak di RT. 06 Rw. 02, Kel. Cilenggang, Serpong ini memang tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas, letaknya yang berada persis di tengah perkampungan warga tak menghilangkan kesan sakral dan bersejarahnya masjid tersebut. Masjid Al-Ikhlas berdiri atas pakarsa Raden Muhammad Atief (Tubagus Atief) yang merupakan salah satu Panglima Perang Kesultanan Banten pada waktu itu.

Saat itu Tubagus Atief ditugaskan Ayahandanya Sultan Ageng Tirtayasa untuk membantu masyarakat Tangerang melawan penjajahan Belanda sekaligus menyiarkan agama Islam. Atas Jasanya  kepada masyarakat Cilenggang,Serpong saat itu masyarakat kemudian menikahkan Raden Muhammad Atief dengan Siti Almiyah wanita asli Desa Cilenggang  dengan mas kawinnya Masjid Jami Al Ikhlas (dahulu disebut Surau atau Tajug).

5. Masjid Agung Al Jihad

Masjid Al-Jihad Ciputat, Masjid yang tepat berada di arah utara Pasar Ciputat, Tangerang Selatan ini merupakan salah satu masjid bersejarah yang masih berdiri kokoh di tengah pesatnya bangunan disekelilingnya. Masjid yang dibangun pada tahun 1940an ini, pada mulanya hanya musala kecil yang terbuat dari bilah bambu beratapkan ijuk.

Musala ini dibangun oleh seorang saudagar keturunan Arab, Tuan Salim yang telah lama menetap dan memperistri seorang putri kaya keturunan Tionghoa. Selain itu disebutkan pula, rumah ibadah ini merupakan yang pertama di ciputat yang diwakafkan tuan Salim bagi para penduduk muslim saat itu. Sisi sejarah Masjid inipun tak lepas dari peranan tokoh-tokoh besar ulama di Indonesia, salah satunya adalah  Buya Hamka. Sewaktu masih hidup ulama kharismatik yang pernah menjadi ketua MUI ini banyak memberikan kontribusi pada pengembangan Masjid Agung Al-Jihad. (Sumber: Artikel gpswisataindonesia.info, wikipedia.org, situsbudaya.id, tangerangnews.com Foto santidewi.com)

...more

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah di Banten - Part 2

Banten

TripTrus.Com - Terdapat beberapa teori tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Nusantara. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang dari Gujarat bersama pedagang India muslim pada abad ke-13 M, ada yang mengatakan Islam datang oleh pedagang Arab dari Timur Tengah pada abad ke-7 M, serta yang terakhir mengatakan bahwa Islam datang dari pedagang asal Persia pada sekitar abad ke-13 M.

Wisata religi Banten banyak diminati oleh pengunjung baik lokal maupun luar daerah. Misalnya kawasan Banten Lama yang merupakan ibu kota Kesultanan Banten, di utara Banten ini peninggalan Islam sangat lekat.

Tidak hanya di Banten Lama, beberapa masjid yang dahulu menjadi pusat penyebaran Islam masih dapat dikunjungi bahkan masih dipergunakan untuk beribadah. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Banten yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid Jami' Kalipasir

      View this post on Instagram

A post shared by Heru Santoso (@sirhumphreyappleby) onJan 5, 2019 at 7:22pm PST

Masjid Kali Pasir adalah masjid tertua di Kota Tangerang peninggalan Kerajaan Pajajaran. Masjid ini berada di sebelah timur bantaran Sungai Cisadane, tepatnya di tengah pemukiman warga Tionghoa kelurahan Sukasari. Bangunannya pun bercorak China. Masjid tertua di Tangerang ini mencerminkan kerukunan umat beragama pada masanya. Hingga kini masjid yang sudah berusia ratusan tahun tersebut masih digunakan sebagai tempat beribadah. Namun, masjid ini tidak lagi digunakan untuk salat Jumat.

Masjid Kali Pasir dibangun bersebelahan dengan Klenteng Boen Tek Bio yang saat itu sudah berdiri tegak. Masjid yang berukuran sekitar 288 meter persegi ini didirikan pada tahun 1700 oleh Tumenggung Pamit Wijaya yang berasal dari Kahuripan Bogor. Selain menjadi tempat ibadah dan syiar agama, Masjid Kali Pasir memiliki nilai sejarah yang tinggi. Masjid ini menjadi tempat akulturasi budaya dan saksi perjuangan anak bangsa melawan penjajah.

2. Masjid Agung Ar Rahman

      View this post on Instagram

A post shared by Idha Daffariz (@ida_nurwahida03) onMay 30, 2018 at 2:32am PDT

Kabupaten Pandeglang sebagai kota santri memang sudah selayaknya memiliki masjid yang agung. Masjid Agung Ar-Rahman terletak di Jl. Masjid Agung No. 2 Kel Pandeglang, Kec. Pandeglang, Kab. Pandeglang. Tepatnya berada di sebelah barat Alun-alun Pandeglang Tentu saja menjadi tempat cukup strategis sebagai tempat ibadah. Masjid Agung Ar-Rahman berdiri sejak tahun 1870 atas Tanah wakaf dari Raden Adipati Arya Natadiningrat atau Raden Alya atau Dalem Ciekek.

Masjid Agung Ar-Rahman yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa, dengan luas tanah 2.280 m2 dan luas bangunan 2.182 m2. Masjid Agung Pandeglang yang bernama Ar-Rahman ini memang tidak seramai masjid Banten Lama dalam sehari-harinya.

3. Masjid Kuno Kaujon

      View this post on Instagram

A post shared by indrasusenoSE (@indrasusenose) onOct 23, 2019 at 11:11pm PDT

Masjid Kuno Kaujon terletak di Kaujon RT. 01 RW. 01 Kel. Serang, Kec. Serang, Kab. Serang. Menurut sesepuh yang ada di sekitar masjid ini, Masjid Kuno Kaujon jauh lebih tua dari usia jembatan Kaujon yang dibangun pada tahun 1875. Meski tidak seorang pun mengetahui kapan pendiriannya, masjid ini tergolong kuno karena masuk ke dalam daftar cagar budaya Provinsi Banten.

Masjid Kuno Kaujon berdiri di atas pondasi masif yang tingginya 60 cm. Adapun luasnya adalah 703 m². Ruang utama yang berbentuk empat persegi dengan ukuran  10 m x 10 m, ditopang oleh empat buah tiang kayu /soko guru di bagian bawahnya terdapat empat buah umpak batu berbentuk labu. Mihrab terdapat pada dinding sebelah barat berupa ruang yang menjorok ke dalam.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Banten - Part 1"]

4. Masjid Salafiah Caringin

      View this post on Instagram

A post shared by ketan bintul (@ketan_bintul) onMar 17, 2018 at 8:26pm PDT

Masjid Salafiah Caringin terletak di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 31, Desa Caringin, Kec. Labuan, Kab. Pandeglang. Masjid Salafiah Caringin menjadi peninggalan muslim Banten pada masa pemerintahan kolonial Belanda di bawah Gubernur Jenderal Herman Hillem Daendels. Pada 1883 Desa Caringin ditinggalkan oleh penduduknya karena terjadi gempa bumi akibat Gunung Krakatau meletus. Keadaannya menjadi hancur dan gersang.

Setelah setahun ditinggalkan akhirnya mereka kembali ke Caringin pada 1884. Sekembalinya mereka ke Caringin, tak lama kemudian ada seorang ulama yang bernama Syekh Asnawi bersama dengan penduduk secara gotong royong membangun masjid pada tahun 1884. Masjid ini diberi nama Masjid Caringin sampai sekarang. Syekh Asnawi adalah putra KH. Mas Abdurrahman (penghulu Caringin) dan ibunya Ratu Syafiah (keturunan Sultan Banten) yang lahir pada 1852.

5. Masjid Agung Carita (Al Khusaeni)

      View this post on Instagram

A post shared by Labuan Banten (@infolabuan) onMay 6, 2019 at 6:45pm PDT

Di daerah wisata Pantai Carita lebih tepatnya di Kampung Pagedongan, Desa Sukajadi, Kec. Carita, Kab. Pandeglang, berdiri masjid tua peninggalan masa penjajahan. Masjid ini diberi nama Masjid Al-Khusaeni Carita. Menurut sejarah, pembangunan Masjid Al-Khusaeni Carita dipimpin oleh salah seorang murid Syekh Nawawi Al-Bantani, Al-Khusaeni. Ia mulai membangun masjid ini tahun 1889 selesai tahun 1895 masehi.

Masjid Al Khusaeni ini memiliki arah hadap ke timur dengan empat serambi di setiap sisi mata angin. Pada bagian serambi ini, berdirilah tiang-tiang penyangga atap yang bentuknya berupa kolom seperti pada bangunan kolonial. i sisi barat masjid terdapat makam KHM Husein atau pendiri masjid beserta dengan keturunannya (4 makam) yang sudah diberikan atap dan berlantai keramik. (Sumber: Artikel gpswisataindonesia.info, wikipedia.org, situsbudaya.id Foto medcom.id)

...more
ButikTrip.com
remen-vintagephotography

Upcoming Trips

Treaking Gunung Papandayan
25 - 26 Apr 2025
Trekking Gunung Papandayan
02 - 03 May 2025
Baduy Dalam
03 - 04 May 2025
Trekking Gunung Papandayan
09 - 10 May 2025
×

...