Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) akan digelar 1-5 Maret 2015 di Kampung Pecinan Ketandan. Perhelatan ini mengangkat tema “Merajut Budaya, Merenda Kebersamaan” dimana mencerminkan bahwa budaya Tiongkok juga seperti Indonesia: memiliki 1001 macam budaya. PBTY diselenggarakan untuk memperingati perayaan Tahun Baru Imlek 2566 dan Cap Go Meh.
Festival ini akan dirancang selayaknya Jogja Java Carnival, bahkan tengah diusulkan untuk menggantikannya. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, PBTY dimeriahkan oleh pameran budaya, atraksi liong samsi, naga barongsai, wayang potehi, karnaval kirab budaya, jogja dragon festival, lomba karaoke, panggung hiburan hingga bazaar yang menjual pernak-pernik Imlek.
Kampung Ketandan merupakan saksi sejarah akulturasi antara budaya Tionghoa, keraton dan warga Kota Yogyakarta. Letaknya di pusat kota, tepatnya di Jalan Ahmad Yani, Jalan Suryatmajan, Jalan Suryotomo dan Jalan Los Pasar Beringharjo. Anda bisa dengan mudah mengunjungi kampung Pecinan ini karena letaknya yang strategis di tengah kota, yaitu di sisi selatan kawasan Malioboro.
Sejak 200 tahun lalu daerah ini menjadi tempat tinggal dan tempat mencari nafkah bagi masyarakat Tionghoa sehingga diakui sebagai kawasan Pecinan di Yogyakarta. Arsitekturnya didominasi nuansa tempo dulu dengan ciri khas rumah-rumah memanjang ke belakang dan digunakan sebagai tempat tinggal sekaligus toko. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai pedagang emas dan permata, toko kelontong, toko herbal, kuliner dan penyedia berbagai kebutuhan pokok. Menjelang tahun 1950-an, hampir 90% penduduk beralih menjadi pedagang emas.
Pekan Budaya Tionghoa sendiri sudah diselenggarakan sejak 2006 seiring era reformasi di Indonesia. Festival yang digelar oleh Pemerintah Kota Yogyakarta ini merupakan upaya mempertahankan identitas Kampung Pecinan Ketandan. Setiap menyambut Tahun Baru Imlek, Kampung Ketandan akan dihiasi ornamen dan gapura bernuansa Tionghoa.
Sumber: http://indonesia.travel/id/event/detail/1060/pekan-budaya-tionghoa-yogyakarta-x
Ritual perang adat Pasola kembali berlangsung di enam kampung adat di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, selama bulan Februari dan Maret. Selama bulan Februari 2015 di Homba Kalayo, Bondo Kawango dan Rara Winyo, sedangkan bulan Maret di Maliti Bondo Ate (Ratenggaro), Waiha dan Wainyapu.
Penentuan tanggal Pasola dihitung para tetua adat melalui munculnya bulan purnama 'naalbukolo'. Rato nyale merupakan orang yang sangat penting dalam hal penentuan tanggal digelarnya Pasola. Sulit menentukan waktu pasti perhelatan acara ini karena Pasola sejatinya bukan hanya hiburan semata namun juga ritual adat agama Marapu.
Pasola merupakan atraksi perang yang dilakukan oleh dua kelompok dengan kuda. Setiap kelompok terdiri lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang dibuat dari kayu berdiameter 1,5 cm dengan ujung yang tumpul. Dalam peperangan ini, peserta dan kuda yang jatuh tidak boleh diserang. Setiap darah yang keluar diyakini dapat menyuburkan tanah dan bermanfaat bagi panen berikutnya.
Pasola bukan sekadar pemainan adat belaka namun telah tertanam jauh dalam budaya orang Sumba. Pasola berasal dari kata sola atau hola yang bermakna lembing kayu dalam bahasa lokalnya. Pelafalan kata tersebut dibubuhi awalan menjadi pasola sehingga makna pun berubah menjadi permainan demi perekat jalinan persaudaraan.
Pasola dimaknai orang Sumba sebagai perang damai dalam sebuah ritual adat (baca: bukan perang-perangan). Meskipun acap kali memakan korban, pasola tetap berpacu di tanah Sumba sebagai permainan penawar duka, duka seorang leluhur atas hilangnya belahan jiwa. Hal itu diawali dari legenda masyarakat Sumba.
Sumba sendiri adalah pulau yang menyajikan warna lebih memikat daripada sekadar tangkapan lensa kamera. Pulau ini tidak sekadar menyajikan perang Pasola, namun juga rentetan rumah adat tradisional, kubur batu, dan agama Marapu yang seolah tak terjangkau perubahan zaman.
Jadwal Pasola 2015
Bulan Februari 2015
10 Februari 2015 : Pasola Homba Kalayo, Kecamatan Kodi Bangedo.
13 Februari 2015 : Pasola Bando Kawango, Kecamatan Kodi 14 Februari 2015 : Pasola Rara Winyo kecamatan, Kodi.
Bulan Maret 2015
11 Maret 2015 : Pasola Maliti Bondo (Ratenggaro), Kecamatan Kodi Bangedo.
13 Maret 2015 : Pasola Waiha, Kecamatan Kodi Blaghar.
14 Maret 2015 : Pasola Wainyapu, Kecamatan Kodi Blaghar.
Sumber : http://indonesia.travel/id/event/detail/1079/pasola-2015-ritual-perang-adat-di-pulau-sumba
BOGOR JAZZ REUNION 2014 Jazz is thriving in the twenty-first century, and the new face of jazz is illustrated as an intimate feel, either to the artist, the audience, and the festival itself. Bogor Jazz Reunion 2014 celebrates the living legends, current stars, and faces of tomorrow as they continue to innovate and expand the boundaries of this great music legacy in an artistic ambience. In their words, anourmous artists (national & international) would share intimately about their beginning, training, inspiration, and hard-earned lessons, creating a facinating mosaic of current jazz community. With an conductory from the chairman Idang Rasjidi and colored by diversity of art performers, Bogor Jazz Reunion 2014 is an unprecedented window onto today’s world of jazz, for everyone from the devotee to the new listener. This annual event presented as one of the icon of today’s jazz scene, created by Moksa Event Management, and pleased to all support and partnership 081809680220 please lo og to www.bogorjazzreunion.com
Perang ketupat di Bangka Belitung, tepatnya di pulau Bangka sering disebut dengan ruah tempilang. Acara ini diselenggarakan sebelum masuk bulan ramadhan di Pantai Pasir Kuning, Tempilang, Bangka Barat. Pada saat acara ini berlangsung, penduduk sekitar pantai Tempilang yang menyelenggarakan acara ini akan membuka pintu rumah sebesar-besarnya untuk menyambut tamu-tamu yang berkunjung ke desa mereka. Perang ketupat adalah acara inti dari semua prosesi dari acara.Tujuan utama digelar perang ketupat sebagai kesejahteraan masyarakat. Semua orang-orang berkumpul di Pantai Pasir Kuning, kemudian pada saat meriam dinyalakan bertanda acara dimulai. Orang-orang saling melempar ketupat ke setiap orang yang mereka temui. Acara ini cukup digemari oleh kaum muda di daerah Bangka. Banyak pemuda yang sengaja datang dari jauh, atau malah pulang dari perantauan untuk menghadiri acara ini.