Keistimewaan kain tenun Donggala terletak pada keragaman dan kekhasan corak dan motifnya yang memiliki nilai seni dan budaya. Di Kabupaten Donggala dikenal enam jenis corak tenun Donggala, yaitu: kain pelekat garusu (tembe Donggala), buya bomba, buya sabe, kombinasi antara bomba dan sabe. Di daerah ini juga dikenal beragam jenis motif tenun Donggala, seperti: motif bunga mawar, bunga anyelir, buya bomba subi kumbaja, bunga subi, kombinasi bunga subi dan bomba, buya bomba, dan buya subi kumbaja. Tidak hanya itu, kain tenun Donggala ini juga mempunyai corak yang sangat unik dan langka, karena usianya mencapai 200 tahun. Kain tenun yang lazim disebut kain palaekat ini hanya dapat ditemukan di kediaman para keturunan raja-raja Palu.
Untuk proses pembuatan tenun Donggala ini hampir sama dengan pembuatan tenun-tenun yang ada di daerah lain, baik dari proses pewarnaan benang maupun proses penenunan. Untuk menghasilkan tenun Donggala membutuhkan waktu sekitar 1 minggu hingga 2 bulan, tergantung pada corak tenun yang diproses, karena setiap corak memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Salah satu corak tenun yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi adalah buya bomba. Proses pembuatannya membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua bulan.
Kain tenun Donggala ini juga menjadi istimewa, karena tidak membeda-bedakan status sosial bagi pemakainya. Artinya, semua golongan boleh memakainya dengan corak dan motif apapun, baik oleh kaum bangsawan maupun rakyat biasa, baik orang dewasa maupun anak-anak. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat Sulawesi Tengah memiliki budaya egaliter. Hanya saja, masih ada perbedaan dalam pemakaian warna. Kaum tua cenderung memakai warna yang lebih tua, sedangkan anak muda cenderung memakai warna yang lebih terang.