Sebuah gedung tua peninggalan kolonial Belanda terlihat berdiri tegak di jantung kota. Gelap. Kosong. Eksotis sekaligus mistis. Angker. Kesan itulah yang terpancar dari Lawang Sewu, nama bangunan tua yang berada di dekat Bundaran Tugu Muda, Semarang, Jawa Tengah. Bangunan ini bergaya art deco dan memiliki begitu banyak pintu yang berderet.
Secara harfiah, Lawang Sewu berarti seribu pintu, meski sebenarnya jumlah pintunya tidak sebanyak itu. Bangunan ini dibangun pada tahun 1904–1907, dan awalnya dipakai sebagai kantor pusat perusahaan kereta api regional wilayah Jawa Tengah yang dikelola oleh Belanda, yaitu Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Namun setelah Jepang berkuasa di Indonesia, gedung ini pun diambil alih dan ruang bawah tanahnya dijadikan sebagai saluran pembuangan air dan juga ruang tahanan sekaligus penyiksaan.
Penjara bawah tanah ini menjadi saksi atas penyiksaan dan pembantaian terhadap orang-orang Indonesia, yang dilakukan oleh tentara Jepang pada saat diberlakukannya kerja paksa atau romusha. Suasana di tempat ini membuat bulu kuduk berdiri, apalagi saat memasuki salah satu sudut ruang sempit yang berbentuk seperti kolam-kolam kecil yang dulu dijadikan tahanan.
Setelah Indonesia merdeka hingga tahun 1994, tempat ini sempat berubah fungsi menjadi kantor Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Sempat juga digunakan sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah. Namun setelah itu, bangunan ini dibiarkan kosong dan tidak terurus.
Dulu, kesan angker dan mistis menyertai bangunan ini, tetapi setelah dipugar dan dijadikan pusat kerajinan Indonesia di Jawa Tengah, diharapkan kesan itu perlahan hilang. Semoga cagar budaya ini semakin banyak dikunjungi oleh wisatawan, bukan sebagai bangunan angker, tapi karena memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com